Pada anemnsis umumnya ditanyakan hal – hal sebagi berikut:
- Umur permulaan sakit,apakah mulainya mendadak,frekuensi serangan,hebat dan lamanya serangan.
- Adakah jangka waktu paling lama tanpa serangan,bilamana dan dimana.
- Apakah keluhan paling hebat diwaktu pagi,siang,malam atau tidak menentu.
- Bagaimana perjalanan penyakit,dari permulaan sampai sekarang apakah bertambah baik,sama saja atau bertambah berat.
- Apakah timbul keluhan setelah mengeluarkan tenaga.
- Factor-faktor yang mempengaruhi serangan penting ditanyakan dalam rangka penanganan pasien misalnya factor musim,factor tempat,factor hewan,factor kelelahan,kurang tidur,pergantian cuaca,hawa dingin, debu, makanan, obat, emosi, kehamilan,asap,bau-bauan,dan lain lain
- Kebiasaan merokok dan berapa batang sehari.
- Dalam usaha mencari alergen hubungan gejala alergi dengan waktu dan tempat sangat penting.dengan mengenal timbulnya gejala pada waktu tertentu,kecurigaan akan penyakit alergi lebih dipertegas.begitu juga dengan factor tempat dalam hal ini kita harus mempunyai pengetahuan dengan alergen sekeliling pasien.
Untuk ini dinyatakan adalah tentang :
- Keadaan rumah apakan sudah tua,masih baru dan kelembapanya
- Kamar tidur karena disini banyak dijumpai D.pteronyssimus.
- Keadaan sekeliling pasien,apakah banyak hewan peliharaan seperti anjing,kucing,burung,Dsb.
- Pada pasien asma ditanyakan juga tentang dahak:
- Jumlahnya(banyk,sedang,sedikit)
- Warnanya(putih,kuning,hijau)
- Kekentalan(encer,kental)
2.2 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisis yang lengkap dibuat dengan perhatian ditujukan terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit,konjungtiva,nasofaring,dan paru.
- Kulit
Seluruh kulit harus diperhatikan apakah ada peradangan kronik ekskoriasi,bekas garukan terutama daerah pipi dan lipatan lipatan kulit daerah pleksor.
- Mata
Diperiksa terhadap hyperemia,edema,secret mata yang berlebihan dan katarak yang sering dihubungkan dengan penykit atropi ataupun pengobatan kortikosteroid
- Telinga
Telingga tengah dapat merupakan penyulit rhinitis alergi,hal yang sama juga sinus para nasal,berupa sinusitis yang dapat diperiksa secara palpasi dan transiluminasi.
- Hidung
Pada pemeriksaan hidung dibidang alergi ada beberapa tanda yang sudah baku walaupun tidak patognomonik misalnya:
- Allergic salute,yaitu pasien dengan menggunakan telapak tangan menggosok ujung hidungnya kearah atas untuk menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan sumbatan.
- Allergic crease,garis melintang akibat lipatan kulit ujung hidung.
- Allergic shiners,daerah dibawah palpebra menjadi gelap dan bengkak.
- Allergi facies,terdiri dari pernafasan mulut,allergic shiners dan kelainan gigi geligi.
- Mulut dan nasofaring
Pada rhinitis alergik sering terlihat mukosa orofaring kemerahan,edema atau kedua duanya.palatum yang cekung kedalam,dagu yang kecil dan tulang maksila yang menonjol kadang – kadang disebabkan oleh penyakit alergi yang kronis
- Dada
Diperiksa secara inspeksi perkusi palpasi dan auskultasi,baik terhadap organ paru maupaun jantung.pada waktu serangan asma kelainan dapat berupa hiperinflasi,pengunaan otot-otot bantu pernafasan,dan wheezing sedang dalam keadaan normal mungkin tdak ditemukan kelainan.
- Jangan lupa memeriksa tekanan darahnya.karena tekanan sistolik yang rendah(90-110 mmhg)sering dijumpai pada penyakit alergi.
PEMERIKSAAN LABOLATORIUM
Pemerksaan labolatorium hanya memperkuat dugaan adanya penyakit alergi jadi bukan untuk menetapkan diagnosis. Disamping itu pemeriksaan labolatorium juga dipakai pada pemantauan pasien misalnya untuk menilai timbulnya penyulit penyakit dan hasil pengobatan.
- Jumlah leukosit dan hitung jenis sel.
Pada penyakit alergi jumlah leukosit normal,kecuali kalau disertai infeksi.eosinofila sering dijumpai tetapi tidak spesifik,sehingga dapat dikatakan eosinofilia tidak identik dengan alergi.pada penyakit alergi,eosinofilia berkisar antara 5 – 15 % tatapi pada pasien dengan pengobatan corticosteroid bisa timbul eosinopenia.diatas ini harus difikirkan penyakit lain,misalnya infeksi parasit,keganasan ,imunodefisiensi,akibat radioterapi penyakit jantung bawaan,dan lain lain.sel eosinofil normal,untuk dewasa 0 – 450 sel/mm3.
- Sel eosinofilia pada secret konjungtiva hidung dan sputum.semasa periode simtomatik sel eosinofil banyak dalam secret.tetapi kalau ada infeksi,sel netrofil yang dominan.
- Serum Ig E total
Meningkatkan serum Ig E total menyokong adanya penyakit alergi,tetapi saying hanya di dapatkan pada sekitar 60 -80 % pasien,sebaliknya peningkatan kadar Ig E total ini juga di jumpai pada penyakit lain misalnya infeksi parasit,sirosis hati,monokleosis,poliarteritis nodosa,dan lain lain.oleh karena itu pemariksaan serum Ig E total saat ini mulai di tinggalkan,kecuali pada:
- Ramalan pada anak dimana orang tuanya menderita penyakit alergi
- Ramalan alergi pada anak degan bronkiolitis.
- Membedakan asma dan rhinitis allergic dengan non allergic.
- Membedakan dermatitis atopic dengan dermatitis lainya.
- Diagnosis dan pengelolaan selanjutnya aspergiolosis bronkopulmoner allergic .
- Ig E spesifik.
Maksudnya mengukur Ig E terhadap alergen tertentu.ini biasa diperiksa secara invitro dengan cara RAST( Radio allegro sorbent test) atau ELISA (enzyme Linked imono sorbent Assay)
Keuntungan pemeriksaan Ig E specific di bandingkan test kulit adalah resiko pada pasien tidak ada,hasilnya kuantitatif,tidak dipengaruhi obat atau keadaan kulit,alergen lebih stabil sedangkan kerugianya adalah mahal,hasil tidak segera dapat di baca,dapat terjadi positif palsu atau negative palsu.
TEST KULIT
Tes kulit sebagai sarana penunjang diagnosa penyakit alergi, telah dilakukan sejak lebih 100 tahun yang lalu, karena cara pelaksanaannya cukup sederhana dan terbukti mempunyai korelasi dengan kadar lg E spesifik atau dengan tes provokasi.
Tujuannya adalah untuk menentukan anti-bodi lg E spesifik dalam kulit pasien, yang secara tidak langsung menggambarkan adanya antibodi yang serupa pada organ yang sakit. Tes kulit hanya dilakukan terhadap alergen atau alergen-alergen lain yang dicurigai merupakan penyebab keluhan pasien dan terhadap alergen-alergen yang ada pada lingkungan pasien. Di bidang alergi terutama untuk alergi saluran nafas (asma, rinitis alergik), cara-cara tes kulit yang dilakukan adalah: prick tes, scratch tes dan intradermal tes. Dari ketiga tes ini yang lebih disukai adalah prick tes, karena mudah melakukannya, murah, spesifik dan aman. Menurut laporan yang ada di Indonesia , prick tes ini hampir tidak pernah menimbulkan efek samping. Selain ketiga tes tadi, ada tes kulit lain patch tes, yang biasanya dilakukan pada pasien dermatitis kontak.
- 1. Uji kulit intradermal
Sejumlah 0,02 ml ekstrak alergen dalam 1 ml semprit tuberkulin disuntikkan secara superfisial pada kulit sehingga timbul 3 mm gelembung. Dimulai dengan konsentrasi terendah yang menimbulkan reaksi, kemudian ditingkatkan berangsur masing-masing dengan konsentrasi 10 kali lipat sampai menimbulkan indurasi 5-15 mm. Uji intradermal ini seringkali digunakan untuk titrasi alergen pada kulit.Tes alergi pengujian injeksi intradermal tidak direkomendasikan untuk penggunaan rutin untuk aeroallergens dan makanan, tetapi mungkin untuk mendeteksi racun dan diagnosis alergi obat. Ini membawa resiko lebih besar anafilaksis dan harus dilakukan dengan tenaga medis yang berkopeten melalui pelatihan spesialis.
- 2. Tes Tusuk (Prick Tes)
Mula-mula kulit di bersihkan dengan alokohol, ditunggu sampai kering. Alergen diteteskan berbaris dengan jarak 2cm di atas kulit tersebut. Dengan jarum disposible ukuran 26, dilakukan tusukan dangkal melalui masing-masing ekstrak yang telah diteteskan. Jarum yang digunakan harus baru pada tiap-tiap tusukan pada masing-masing tetesan untuk menjaga supaya alergen jangan tercampur. Tusukan dijaga jangan sampai menimbulkan perdarahan.
Pembacaan dilakuka setelah 20 menit dan diukur diameter urtikaria yang timbul. Sebagai tes kontrol dipakai larutan cocca (suatu larutan buffer phospat) dan tes kontrol pembanding digunakan larutan histamin 0,1%.
Cara penilaian : hasil yang negatif, didapatkan bila hasil tes sama dengan kontrol. Hasil tes positif dinilai berdasarkan bentul atau eritema, tetapi Voorhost dan kawan-kawan memakai keduanya. Menurut Terr A, cara penilaian yang dipakai adalah ; hasil tes negatif bila tidak ada bentul atau eritema, jadi hasil tes sama dengan kontrol. Positif satu, bila didapatkan tidak ada bentul dan diameter eritema <20mm. Positif dua, bila didapatkan tidak ada bentul dan diameter eritema >20mm. Positif tiga, bila didapatkan bentul dan eritema. Positif empat, bila didapatkan bentul dengan pseudopodia dan eritema.
Harus diingat sebelum melakukan tes kulit, pasien dilarang memakan obat anti histamin 48 jam sebelumnya. Kortikosteroid, teofilin, obat-obat simpatomimetik dan kromolim karena tidak menghalangi reaksi tes kulit, tidak perlu dilarang.
- 3. Uji gores kulit (SPT)
disarankan sebagai metode utama untuk diagnosis alergi yang dimediasi IgE dalam sebagian besar penyakit alergi. Memiliki keuntungan relatif sensitivitas dan spesifisitas, hasil cepat, fleksibilitas, biaya rendah, baik tolerabilitas, dan demonstrasi yang jelas kepada pasien alergi mereka. Namun akurasinya tergantung pelaksana, pengamatan dan interpretasi variabilitas.
Uji gores kulit (SPT)adalah prosedur yang membawa resiko yang relatif rendah, namun reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Karena test adalah perkutan,langkah-langkah pengendalian infeksi sangat penting.
Langkah – langkah pengendalian:
- Pasien harus benar-benar dan tepat mengenai risiko dan manfaat.
- Masing-masing pasien kontraindikasi dan tindakan pencegahan harus diperhatikan.
- Uji gores kulit harus dilakukan oleh yang terlatih dan berpengalaman staf medis dan paramedis, di pusat-pusat dengan fasilitas yang sesuai untuk mengobati reaksi alergi sistemik (anafilaksis).
- Praktisi medis yang bertanggung jawab harus memesan panel tes untuk setiap pasien secara individual, dengan mempertimbangkan karakteristik pasien, sejarah dan temuan pemeriksaan, dan alergi eksposur termasuk faktor-faktor lokal.
- Staf teknis perawat dapat melakukan pengujian langsung di bawah pengawasan medis (dokter yang memerintahkan prosedur harus di lokasi pelatihan yang memadai sangat penting untuk mengoptimalkan hasil reproduktibilitas.
- Kontrol positif dan negatif sangat penting.
- Praktisi medis yang bertanggung jawab harus mengamati reaksi dan menginterpretasikan hasil tes dalam terang sejarah pasien dan tanda-tanda.
- Hasil tes harus dicatat dan dikomunikasikan dalam standar yang jelas dan bentuk yang dapat dipahami oleh praktisi lain.
- Konseling dan informasi harus diberikan kepada pasien secara individual, berdasarkan hasil tes dan karakteristik pasien dan lingkungan setempat.
Pengakuan terhadap keterbatasan Uji gores kulit penting, yaitu. terbatasnya kemampuan dalam prediksi tipe alergi reaksi lambat. positif palsu atau negatif karena karakteristik alergi pasien atau kualitas. Adanya IgE tanpa gejala klinis dan tes negatif tidak mengecualikan gejala yang disebabkan oleh non-IgE mediated alergi / intoleransi atau penyebab medis lainnya .
- 4. Tes tempel (pacth tes)
Dilakukan dengan cara menempelkan satu bahan yang dicurigai sebagai penyebab dermatitis alergi kontak. Jika pada penempelan bahan kulit menunjukan reaksi, mungkin pasien alergi terhadapbahan tersebut atau benda lain yang mengandung unsur tersebut.
Bahan dan konsentrasi yang sering digunakan pada tes tempel adalah benzocain 5%, mercaplo benzothiazole 1%, colophony 20%, p.phenylonediamine 1%, imidazolidinyl urea 2%, cinnamic aldehyde 1%, lanolin alchohol 30%, carbamix 3%,neomycin sulphate 20%, thiuran mix 1%, ethylenediamine dihydrochloride 1%, epoxy resin 1%, quaternium 15,2%, p.tertbutyphenol formaldehyde resin 1%, mercapto mix 1%, black rubber mix 0,6%, potassium dichromate 0,25%, balsam of peru 25%, nickel sulphate 2,5%.
Cara melakukan tes temple yaitu bahan-bahan yang akan dites ditaruh pada kertas saring, yang diletakkan diatas lembaran impermeable. Kemudian ditempelkan pada kulit dengan plester. Tempat pemasangan bisa di punggung.
Pembacaan dilakukan setelah 48 jam. Sesudah plester dilepas kemudian pasien disuruh menunggu selama ½-1 jam, dengan maksud menghilangkan adanya factor tekanan pada kulit. Sebaiknya pembacaan diulangi besoknya (72 jam sesudah pemasangan tes),ini disebabkan reaksi alergi muncul lebih jelas sesudah 72 jam.
Cara penilaian adalah sebagai berikut :negative, bila tidak ada reaksi. Positif satu , bila jelas ada eritema. Positif dua, bila ada eritema dan papula. Positif tiga, bila ada eritema,papula dan vesikula.
TES PROVOKASI
yaitu tes alergi dengan cara memberikan allergen secara langsung kepada pasien sehingga timbul gejala. Tes provokasi yang sering dilakukan adalah :tes hidung (nasal test), tes provokasi bronchial (bronchial provocation test), tes eliminasi dan provokasi terhadap makanan.
- 1. Tes Hidung (Nasal Test)
Pada tes ini allergen diberikan pada mukosa hidung baik dengan disemprotkan atau menghisap allergen yang kering melalui satu lubang hidung sedangkan lubang hidung yang lain ditutup. Tes dianggap positif bila dalam beberapa menit timbul bersin-bersin, pilek, hidung tersumbat, kadang-kadang batuk. Pada pemeriksaan mukosa hidung tampak bengkak sehingga menyumbat rongga hidung.
- 2. Tes Provokasi Bronkial
Pasien asma umumnya mempunyai kepekaan yang berlrbihan terhadap berbagai rangsangan baik bersifat allergen maupun non allergen (kegiatan jasmani, bahan – bahan kimia, perubahan cuaca dan lain – lain). Untuk melakukan tes provokasi diperlukan alat – alat yang cukup rumit, tenaga yang berpengalaman dan sebaiknya dilakukan dirumah sakit supaya kalau ada penyulit (obstruksi laring, trakea atau bronkus) dapat diatasi segera.
Banyak cara untuk menimbulkan serangan asma, tetapi yang paling sering dipakai adalah tes kegiatan jasmani ( excersise induced asthma ), tes inhalasi antigen, tes inhalasi metakolin dan tes inhalasi histamine.
- Tes kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani dapat menimbulkan serangan asma. Sutopo dan kawan – kawan ( 1984 ) melaporkan 42% pasien asma memberikan tes kegiatan jasmani positif.
- Tes inhalasi antigen
Pada tes ini diperlukan alat yang dapat menyemprotkan larutan yang mengandung antigen dalam jumlah yang tetap pada setiap semprotan ( dosimeter ) dan besar partikelnya harus sangat kecil antara 1-3 mikron.
- Tes inhalasi histamine dan metakolin.
Tes inhalasi histamine dan metakolin banyak dipakai untuk menentukan reaktivitas saluran napas, bahkan dianjurkan sebagai salah satu criteria diagnosis asma, karena lebih 90% pasien memberikan reaksi yang kuat terhadap tes ini.
PEMERIKSAAN – PEMERIKSAAN LAIN
- Spirometri , untuk menentukan obstruksi saluran napas baik beratnyamaupun reversibilitasnya. Serta untuk menilai hasil pengobatan asma.
- Foto dada, untuk melihat komplikasi asma dan foto sinus paranasal untuk melihat komplikasi rhinitis. Bila ada kecurigaan rhinitis akut maupun kronik maka diperlukan pemeriksaan scanning sinus.
- Pemeriksaan tinja, untuk melihat cacing dan telurnya pada kasus urtikaria yang tidak bisa diterangkan.
- Laju endap darah normal pada penyakit atopi. Kalau laju endap darah tinggi kemungkinan disertai infeksi.
- Anti – tripsisn a;lfa 1.
- Ig G, Ig A, tes kompleks imun dan stimulasi limfosit.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Tes alergi untuk menentukan anti-bodi lg E spesifik dalam kulit pasien, yang secara tidak langsung menggambarkan adanya antibodi yang serupa pada organ yang sakit.
Di bidang alergi terutama untuk alergi saluran nafas (asma, rinitis alergik), cara-cara tes kulit yang dilakukan adalah: prick tes, scratch tes dan intradermal tes. Dari ketiga tes ini yang lebih disukai adalah prick tes, karena mudah melakukannya, murah, spesifik dan aman
Bisa juga dengan tes provokasi yaitu tes alergi dengan cara memberikan allergen secara langsung kepada pasien sehingga timbul gejala. Tes provokasi yang sering dilakukan adalah :tes hidung (nasal test), tes provokasi bronchial (bronchial provocation test), tes eliminasi dan provokasi terhadap makanan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Basomba A. evaluation of changes in skin sensitivity by means of skin test. Eur J Allergy Clin Immunol. ( Suppl.Allergy ). 1993:14(48):71-5.
2. Berg. I.Diagnosis of allergic disorders, In: Allergy, Theory and Clinical Application. Pharmacia Diagnostic, 1979:30-5.
3. Bosquet J Bernard MF. In vivo methods for study of allergy skin test, technique, evaluation and interpretation. In: Middleton E, Read CH, Ellis EF, Adkinson NF, et al (Eds). Allergy Principles and Practice. 4th ed vol. Mosby. 1993.573-89.
4. Sundaru H. Prosedur diagnosis penyakit alergi. Dalam: Naskah lengkap KOPAPDI VI, Jakarta.1984.
5. Pastorello EA. Skin test for diagnosis of Ig E mediated allergy. Eur J Allergy Clin Immunol. ( Suppl Allergy ).1933:14(48):57-61.
6. Saxon A. Immediate hypersensitivity: Approach to diagnosis. In: Lawlor GJ, Fischer TJ (Eds). Manual of Allergy and Immunology: Diagnosis and Therapy. Asian edition, Tokyo: Litlle & Brown Medical Sciences International; 1995. 27-39.
7. Terr Al. Cell-mediated hypersensitivity disease. In: Sites DP, Terr Al ( Eds ). Basic and Clinnical Immunology. 7th ed, A Lange Medical Book Appleton & Lange; 1991. 415-22.
8. Terr Al. mechanism of hypersensitivity, clinical evaluation. In: Stites DP, Terr Al ( Eds). Basic and Clinical Immunology. 7th Ed, A Langa Medical Book Appleton & Lange 1991. 370-9.
Tinggalkan komentar